Balada Tiktok di Amerika Serikat

Tiktok sebagai salah satu media sosial yang sedang tumbuh dengan cepat di Amerika Serikat (bahkan disinyalir mulai mengungguli google) saat ini tengah menunggu keputusan apakah akan diblokir atau tidak di Amerika Serikat. Walaupun saat ini belum diblokir, namun isu ini telah menuai pro dan kontra, mengingat jumlah pengguna Tiktok di Amerika Serikat mencapai kurang lebih 150 juta orang.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joe Biden dan Anggota Kongress berulang kali membahas tentang penggunaan Tiktok di Amerika Serikat. Bahkan pada bulan Desember tahun 2022, Presiden Joe Biden secara resmi telah melarang penggunaan Tiktok di instansi pemerintah Amerika Serikat. Dan pada awal Maret 2023, Presiden Joe Biden juga telah memberi isyarat untuk memblokir Tiktok di Amerika Serikat.

CEO Tiktok Shou Zi Chew bahkan sampai harus melakukan rapat dengar pendapat dengan Kongres Amerika Serikat untuk menjelaskan tentang keberadaan dan status Tiktok, namun pada akhirnya mayoritas Anggota Kongres Amerika Serikat tetap menyatakan tidak berkenan jika Tiktok dipergunakan di Amerika Serikat.

Sebagaimana ditulis oleh Caryn Baird dalam tampabay.com, dari hasil wawancaranya pada beberapa ahli ada dua alasan besar mengapa Amerika Serikat berusaha mati-matian melarang penggunaan Tiktok.

Alasan pertama adalah pemerintah China dapat memanfaatkan undang-undang intelijen dan keamanan siber nasional China untuk meminta akses dari ByteDance (Holding perusahaan Tiktok yang berdomisili di China) ke data pengguna TikTok di Amerika Serikat. Tentu saja hal ini mengkhawatirkan bagi kategori orang tertentu, seperti pejabat pemerintah, jurnalis, atau bagi warga negara China di Amerika Serikat yang mungkin menentang Partai Komunis China dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan individu dalam kategori tersebut.


Alasan kedua jika Tiktok memiliki akses ke data pengguna TikTok di Amerika Serikat, maka pemerintah China dapat membuat profil komprehensif pengguna TikTok di Amerika Serikat dan dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda atau kampanye disinformasi yang diinginkan. Kekhawatiran ini tentu sangat beralasan dan dapat dimengerti, karena pemerintah China dapat memberikan pengaruh atas konten yang dilihat dan pesan yang dikirim ke jutaan orang di Amerika Serikat.

Sebagaimana diketahui, selama ini Amerika Serikat seringkali dicitrakan sebagai suatu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi, namun hal ini seperti bertolak belakang dengan rencana Amerika Serikat untuk melakukan pemblokiran Tiktok di Amerika Serikat. Jika hal ini benar terjadi, maka langkah Amerika Serikat ini dapat disebut sebagai suatu kebijakan yang otoriter dan tentu saja menuai protes dari 150 juta warga Amerika Serikat yang menggunakan Tiktok. Yang jelas, apapun perdebatannya, Presiden Joe Biden pada akhirnya tetap harus memilih untuk mengijinkan Tiktok beroperasi di Amerika Serikat atau akan memblokir Tiktok atas alasan keamanan nasional dan kepentingan nasional Amerika Serikat.

Jika memang isu keamanan nasional dan kepentingan nasional menjadi pertimbangan utama Presiden Joe Biden untuk memutuskan status Tiktok di Amerika Serikat, maka sangat mungkin isu demokrasi, HAM, freedom of speech untuk kali ini harus dikesampingkan oleh Amerika Serikat. Apakah ini terlalu berlebihan dan halusinasi? Tentu saja sulit untuk menjawab hal ini.

Sampai saat ini (saat tulisan ini ditayangkan), belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Amerika Serikat tentang status pemblokiran Tiktok di Amerika Serikat. Namun, terlepas dari perdebatan pro dan kontra ini, menjadi menarik untuk melihat, apakah kebijakan Presiden Joe Biden ini nantinya akan mempengaruhi elektabilitas pada pemilihan presiden selanjutnya? Dan jika nanti Tiktok diblokir di Amerika Serikat, lalu akan kemanakah Tiktok melakukan ekspansi aplikasinya? Sangat mungkin Indonesia akan menjadi target ekspansi Tiktok, mengingat jumlah pengguna Tiktok di Indonesia adalah terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Statista menyebutkan pengguna Tiktok di Indonesia per bulan Januari 2023 mencapai angka dikisaran 110 juta.

Sebagai penutup, jika memang Tiktok diblokir di Amerika Serikat dan Indonesia menjadi sasaran ekspansi Tiktok, akankah pemerintah Indonesia berlaku sama seperti halnya pemerintah Amerika Serikat?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This is not spam